Berita ZMI

"Allah, Mengapa Aku Tak Cantik?": Sebuah Drama Audio yang Menembus Batasan

Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis, 21 November 2024

Di tengah hiruk pikuk dunia hiburan, sebuah drama audio berjudul "Allah, Mengapa Aku Tak Cantik?" berhasil mencuri perhatian. Bukan hanya karena ceritanya yang unik dan menyentuh, tetapi juga karena drama ini diproduksi oleh Annysa, seorang kreator muda yang berani memberikan wadah bagi para penyandang disabilitas netra untuk berkarya di dunia seni peran.

ZMI Media Center berkesempatan mewawancarai Annysa untuk menggali lebih dalam inspirasi dan proses kreatif di balik drama audio yang tengah viral ini.

"Ide ini muncul dari keprihatinan saya melihat banyaknya teman-teman penyandang disabilitas netra yang memiliki bakat akting luar biasa, tetapi minim kesempatan untuk mengembangkannya," ungkap Annysa mengawali wawancara.

Ia menjelaskan bahwa kurangnya sponsor dan wadah bagi para seniman disabilitas netra menjadi motivasi utamanya untuk menciptakan proyek ambisius ini. "Mereka memiliki potensi yang luar biasa, tetapi seringkali terhambat karena tidak ada yang mau membimbing dan memberikan dukungan," tambahnya dengan nada penuh semangat.

Drama audio "Allah, Mengapa Aku Tak Cantik?" tidak hanya menjadi wadah bagi para penyandang disabilitas netra, tetapi juga menjadi jembatan untuk memperkenalkan kemampuan mereka kepada khalayak luas.

"Saya ingin membuktikan bahwa mereka mampu menciptakan karya-karya berkualitas tinggi, dan bahkan bisa bersaing dengan para seniman non-disabilitas," tegas Annysa. Ia berharap drama ini dapat mengubah persepsi masyarakat tentang keterbatasan dan kemampuan para penyandang disabilitas.

Menariknya, drama ini tidak hanya menyuguhkan cerita inspiratif, tetapi juga dibumbui dengan unsur komedi dan kearifan lokal Makassar. Penggunaan dialek Makassar yang kental, serta penyisipan cerita tentang mahar dan uang panai dalam budaya Makassar, menjadi bagian integral dari alur cerita.

"Saya sengaja menambahkan unsur komedi agar pendengar tidak merasa bosan," jelas Annysa. "Selain itu, saya ingin memperkenalkan budaya Sulawesi Selatan kepada masyarakat Indonesia secara luas melalui drama ini. Mahar dan uang panai, misalnya, merupakan bagian penting dari tradisi pernikahan di sini, dan saya ingin berbagi pengetahuan tentang hal itu."

Lebih jauh, Annysa menjelaskan bahwa drama ini juga memiliki misi edukatif. "Ada beberapa adegan yang membahas hukum-hukum agama Islam, seperti hukum bunuh diri dan tata cara berwudhu," katanya.

"Saya merasa penting untuk memberikan edukasi ini, mengingat tingginya angka bunuh diri di Indonesia akhir-akhir ini, seringkali dipicu oleh hal-hal yang terkesan sepele. Semoga drama ini bisa menjadi pengingat dan memberikan dampak positif bagi para pendengar."

Proses kreatif di balik drama audio ini pun tak kalah menarik. Annysa sendiri yang memegang kendali penuh, mulai dari penulisan naskah, penyuntingan, hingga pengambilan keputusan terkait musik latar.

"Saya mengerjakan semuanya sendiri, mulai dari konsepsi cerita, penulisan dialog, hingga editing suara," ujarnya. "Hanya untuk musik latar, terkadang saya meminta bantuan dari teman-teman di tim saya." Proses ini, menurutnya, membutuhkan ketelitian dan kesabaran ekstra, mengingat keterbatasan yang dihadapi.

Sebagai penutup, Annysa menyampaikan pesan haru dan penuh harap.

"Saya ingin menyampaikan pesan bahwa di balik setiap kekurangan, pasti ada kelebihan. Jangan pernah takut untuk mencoba hal baru, dan jangan pernah takut untuk gagal. Karena kegagalan adalah bagian dari proses belajar dan menuju kesuksesan," pesannya. Ia berharap drama ini dapat menginspirasi banyak orang, terutama para penyandang disabilitas, untuk berani mengejar mimpi dan tidak pernah menyerah pada keterbatasan.

Penulis: Ranty Amelia

Editor: Nabila

Posting Komentar untuk "Berita ZMI"