Nahkoda Cinta, Harapan Di Lautan Cinta
Di Balik Kemudi, Ada Namamu
Aku ini hanya seorang nahkoda,
bukan siapa-siapa yang dielu-elukan,
hanya lelaki sederhana yang percaya bahwa setiap pelayaran
punya makna,
punya arah,
punya tujuan yang diperjuangkan.
Setiap pagi kuarungi lautan, bukan hanya karena tugas,
tapi karena aku percaya,
di balik cakrawala itu, ada kamu —
yang menantiku dengan sabar,
yang kusebut dalam doa malamku,
yang kupeluk lewat bayangan dalam sepi.
Laut ini tak selalu ramah,
angin kadang menusuk, badai kadang tak berbelas kasih,
tapi aku tetap berdiri di balik kemudi,
menantang gelombang bukan karena aku tak takut,
melainkan karena aku terlalu mencintaimu untuk menyerah.
Setiap layar yang kukembangkan,
aku selipkan harap agar angin membawaku lebih dekat padamu.
Setiap peta yang kubuka,
tak lain hanya mencari rute tercepat menuju hatimu.
Aku tahu, aku bukan laki-laki dengan harta melimpah,
bukan pula pangeran dengan janji megah,
tapi cintaku,
adalah pelabuhan paling setia yang bisa kau labuhi kapan saja.
Tak jarang aku bertanya pada bintang-bintang,
apa mereka pernah melihatmu di tepian sana?
Karena setiap kali kulihat langit malam,
aku hanya ingin satu hal:
melihat senyummu kembali, walau hanya dalam angan.
Kapal ini kadang rapuh,
aku pun kadang lelah,
tapi setiap kali aku hampir menyerah,
aku teringat kamu—yang selalu jadi alasan untuk bertahan.
Karena cinta, ternyata bukan hanya tentang bersama,
tapi tentang seberapa jauh kau sanggup berlayar
demi melihat orang yang kau cinta bahagia.
Dan andai suatu hari aku tak sampai ke daratan,
dan kapal ini karam dalam sunyi,
maka ketahuilah, aku tenggelam bukan karena kalah,
melainkan karena aku telah mencintaimu dengan segenap jiwa,
tanpa syarat, tanpa pamrih.
Karena menjadi nahkoda dalam cinta
berarti berani mengarungi badai,
meski tahu mungkin tak akan pernah sampai ke pelabuhan
yang disebut “bersama.”
Posting Komentar untuk "Nahkoda Cinta, Harapan Di Lautan Cinta"
Posting Komentar